close

Tri Edhi Budhi Soesilo Terpilih Sebagai Direktur SIL Periode 2021-2025

Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si  terpilih menjadi Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) periode 2021-2025. Tri Edhi terpilih setelah mengungguli tiga kandidat lainnya, yaitu Prof. Dr. Muh. Nurdin, M.sc, Prof. Dr. Ing., Misri Gozan, M.Tech, IPM., dan Dr. Ir. Restu Juniah, MT., IPM. dalam proses asesmen yang dihadiri oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, para Wakil Rektor, dan Sekretaris Universitas dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D. Pengumuman ini dilakukan pada Senin (22/2/2021) melalui kanal akun Youtube Universitas Indonesia.

Dalam pemaparan berjudul “Pengembangan Sekolah Ilmu Lingkungan 2021-2025”, Tri Edhi mengembangkan program kerjanya berdasarkan tiga pilar nilai perguruan tinggi, yaitu Pengajaran, Penelitian, serta Pengabdian pada masyarakat.

Pada pilar pengajaran, ia akan mengupayakan semua mata kuliah mempunyai buku panduan penyusunan kurikulum sebagai pedoman mata kuliah, sertifikasi dosen terutama dosen tetap, peningkatan jumlah lektor kepala dan guru besar dalam jangka waktu empat tahun ke depan, dan peningkatan jumlah mahasiswa yang lulus tepat waktu. Untuk pilar penelitian, Tri akan membuat klaster-klaster penelitian baru, kolaborasi penelitian dengan universitas dalam dan luar negeri, serta mendorong peserta didik untuk mempublikasikan hasil penelitian mereka di jurnal-jurnal unggulan nasional dan internasional.

Baca Juga :  Teken MoU, ITS Perpanjang Kerja Sama dengan Udinus

“Klaster-klaster penelitian baru akan diarahkan pada tujuan penelitian utama yaitu pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.

Pada pilar pengabdian masyarakat, Tri akan melakukan optimalisasi payung kerja sama yang sudah dilakukan antara UI dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan melaksanakan program pengelolaan sampah bagi SD, SMP, dan SMA di wilayah provinsi DKI Jakarta, serta program penyuluhan kepada masyarakat terkait program UI Green Campus.

Program pengembangan lainnya yang menjadi bagian dari program kerja Tri Edhi adalah peningkatan kualitas laboratorium terpadu ilmu lingkungan, pengakuan lulusan ilmu lingkungan agar menjadi nomenklatur di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan di Badan Administrasi Kepegawaian Negara, penerbitan Jurnal Ilmiah Lingkungan/Journal of Enviromental Science and Suistanable Development secara lebih konsisten sehingga mendapatkan pengakuan nasional dan internasional.

“Dalam jangka panjang, konsolidasi internal SIL dengan fakultas-fakultas lain di UI juga penting dilakukan agar SIL dapat membuka program sarjana (S1), tidak hanya program doktor dan magister,” ujarnya menambahkan.

Dalam sesi tanya-jawab, Prof. Ari Kuncoro mengatakan bahwa sifat multidisiplin dan interdisiplin SIL menjadi kekuatan sekaligus kelemahan. Di era sekarang ini, masyarakat tidak harus mengambil kuliah khusus terkait ilmu lingkungan, namun bisa saja mengambil sertifikasi atau terlibat proyek lingkungan untuk kemudian melahirkan kompetensi dalam bidang ilmu lingkungan.

Baca Juga :  ITS Terima Penghargaan IKU 1 PTNBH Selama Tiga Tahun

“Bagaimana SIL ini ke depannya dapat beradaptasi dengan hal tersebut?” ujar Prof. Ari.

Tri Edhi menangggapi dengan menjabarkan bahwa SIL di bawah kepemimpinannya akan mengembangkan Credit Earning Program (CEP) yang bisa mengarah ke topik-topik yang mempunyai kompetensi tertentu, sehingga nantinya mahasiswa bisa didorong untuk meraih program non-degree. Nantinya, mata kuliah yang didapatkan pada program CEP bisa mendapatkan pengakuan universitas melalui mekanisme tertentu.

SIL UI berdiri pada tanggal 1 Juli 2016 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor Nomor 1092/SK/R/UI/2016  setelah sebelumnya bernama  Pusat Studi Ilmu Lingkungan (PSIL) dan hanya menyelenggarakan program Magister dan Doktor pada kurun waktu 1982-2000. Pada tahun 2017 SIL menggagas perhimpunan program studi ilmu lingkungan di seluruh Indonesia serta membuat kesepakatan terkait pembentukan wadah kerja sama Perkumpulan Program Studi Ilmu Lingkungan Indonesia (PEPSILI) dengan jumlah anggota kurang lebih 54 perguruan tinggi di Indonesia.