MENATAP MASA DEPAN INFRASTRUKTUR DAN KEINSINYURAN INDONESIA

Jakarta- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kembali melanjutkan webinar series bekerja sama dengan FDTI pada hari ini, Sabtu (27/6). Kali ini mengusung tema “Tantangan Pembangunan Infrastruktur dan Peran Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia.” Hadir sebagai narasumber utama yaitu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Mochammad Basuki Hadimuljono.

Dalam pembukaannya, Basuki menyampaikan bahwa saat ini ada 5 tantangan PUPR yaitu disparitas, daya saing nasional, urbanisasi, pemulihan ekonomi nasional, dan ketahanan pangan. Sehingga menurutnya PUPR saat ini bertugas untuk menangani kesenjangan antar wilayah, meningkatkan dukungan infrastruktur sebagai peningkat daya saing, mengurangi timbunan infrastruktur yang belum dikerjakan akibat urbanisasi, berkontribusi dalam peningkatan, perlindungan, dan pertahanan ekonomi pasca pandemi, dan mengembangkan lumbung-lumbung pangan baru.

Kondisi pandemi saat ini menyebabkan keterpurukan yang berimbas kepada bidang sosial dan ekonomi. Namun Basuki meyakinkan bahwa program PUPR tetap dijalankan dengan menerapkan adaptasi kebiasaan baru terhadap pandemi dan mematuhi protokol kesehatan.

Dalam orasinya Basuki menyampaikan bahwa kegiatan pembangunan infrastruktur tidak berhenti tetapi ditunda akibat pandemi Covid-19. Pekerjaan yang sementara ini bisa dilakukan dengan orang, tetap dilaksanakan meskipun dengan alat sederhana seperti cangkul. “Sehingga pembangunan infrastruktur dan program padat karya dapat membantu masyarakat untuk mempertahankan kemampuan daya belinya,” tuturnya.

Dalam bidang pendidikan tinggi, PUPR membangun Politeknik khusus PU. Menteri Basuki menuturkan lulusan dari Politeknik PU ini sangat spesial karena dididik untuk memenuhi kebutuhan PU. Sehingga memiliki kepastian untuk diserap sebagai tenaga kerja. “Kampus ini memiliki program bidang studi super-spesialis yang terdiri dari 11 bidang studi. Hal ini timbul akibat kebutuhan tenaga kerja yang memiliki keahlian spesifik infrastruktur PU dan mampu mengatasi permasalahan lapangan,” jelasnya.

Baca Juga :  Strategi dan Kebijakan Ditjen Dikti Terhadap Keberlanjutan Pendidikan Tinggi di Indonesia dalam Hadapi Pandemi Covid-19

Adapun kesebelas bidang studi super-spesialis PU menurut penjelasan Basuki yaitu:

  1. Rekayasa Eksplorasi dan Eksploitasi Air Tanah Dalam,
  2. Geologi Struktur Bawah Tanah dan Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah,
  3. Hidrologi dan Drainase Pada Sistem Transportasi Jalan,
  4. Rekayasa Jembatan Khusus Struktur Bangunan Atas dan Bangunan Bawah,
  5. Teknik Mitigasi Bencana Alam Liquifaksi,
  6. Teknik Pengelolaan dan Mitigasi Bencana Rawa,
  7. Rekayasa dan Pengendalian Morfologi Sungai,
  8. Operasi dan Instrumentasi Hidro-Meteorologi Bendungan,
  9. Retrofitting dan Instrumentasi Keamanan Bendungan,
  10. Preservasi Jalan Pada Kondisi Geoteknik Tanah Sulit,
  11. Rekayasa Pengelolaan dan Pengendalian Kehilangan Air Minum.

Pada saat yang sama, plt. Dirjen Dikti, Nizam, katakan pembangunan bangsa terbukti tak dapat terpisahkan dari adanya fakultas teknik perguruan tinggi. Salah satunya dalam pembangunan bidang infrastruktur. Saat ini Indonesia membutuhkan SDM andal dan unggul untuk berpartisipasi dalam keberhasilan pembangunan infrastruktur.

“Acara ini merupakan upaya kita untuk bisa menyinergikan dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi di bidang teknik terhadap kebutuhan dan tantangan ke depan untuk membangun generasi unggul dan membangun Indonesia jaya yang kita cita-citakan,” tutur Nizam.

Baca Juga :  Sinergi Pentahelix Kunci Membangun Ekosistem Reka Cipta dan Sumber Daya Manusia

Saat ini jelas Nizam, jumlah prodi teknik sipil di Indonesia sebanyak 474 prodi dan memiliki 1,4 juta mahasiswa fakultas teknik yang setiap tahunnya meluluskan antara 200.000-300.000 sarjana tenik. Nizam menyatakan jika rasio insinyur di Indonesia saat ini masih jauh di bawah India dan China. Sehingga, hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk menyiapkan SDM keteknikan.

Di sisi lain, ketua PII Heru Dewanto menyampaikan tantangan keinsinyuran di Indonesia. “PII menghadapi tantangan shoratage dan misaligned insinyur. Bisa jadi karena terjadi ketidaksesuaian atau kompetensinya tidak mencukupi,” tutur Heru.

Dalam menghadapi hal tersebut, PII menyiapkan beberapa strategi. Pertama, melalui standarisasi prodi teknik melalui LAM Teknik PII dan standarisasi internasional melalui IABII PII. Kedua, Pendirian program studi program profesi insinyur (PSPPI). Ketiga, Standarisasi sertifikat profesi insinyur hingga ke tingkat dunia agar insinyur Indonesia diakui dan memiliki kesempatan keinsinyuran yang luas di dunia. Keempat, melakukan registrasi insinyur untuk mengembangkan database insinyur Indonesia.

“Jurus lain PII yaitu dengan meningkatkan pengembangan diri secara berkelanjutan di bidang teknik dan pembentukan Badan Kejuruan untuk keahlian baru atau spesialisasi tertentu,” terangnya. (YH/DZI/FH/DH/NH/HIL/KRN)

Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
4756 Views