close

Kopi Robusta Wine, Inovasi Dosen Pertanian Unila

(Unila): Dosen Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung (Unila) menemukan kopi robusta bercita rasa wine, namun produk kopi sendiri tidak mengandung unsur alkohol.

Tim peneliti Kopi Robusta Wine adalah Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. (Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian), Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si. (Sekretaris Jurusan Teknologi Hasil Pertanian), dan Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc. (Ketua Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Pertanian).

Tim website unila.ac.id melakukan wawancara dengan ketiga dosen peneliti ini, Selasa, 2 Maret 2021, di ruang kerja Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Unila, Erdi Suroso.

Tanto Pratondo menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian di bidang kopi ini. Menurut dia, penelitian Kopi Robusta Wine telah dilakukan sejak 2016. Berawal dari adanya kegiatan Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian yang digagas Kementerian Pertanian. Di dalamnya terlibat alumni pertanian dan fakultas pertanian.

“Unila dipilih untuk terlibat dalam kegiatan ini, khususnya Fakultas Pertanian Unila,” tutur Tanto.

Melalui program tersebut, Kementerian Pertanian memberikan modal kepada alumni pertanian. Ada tiga kelompok alumni yang mendapatkan dana kemudian bersama Fakultas Pertanian Unila melakukan penelitian produk kopi.

“Dosen menghasilkan teknologi dan inovasi produk, pemasaran dilakukan melalui tangan-tangan alumni dan mahasiswa. Ini adalah bentuk kegiatan tridarma perguruan tinggi di bidang penelitian dan pengabdian,” ujar Tanto.

Sementara itu, Subeki memaparkan tentang proses penelitian Kopi Robusta Wine yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Pertanian Unila bersertifikat ISO 17025.

Menurut Subeki, selama ini di pasaran sudah dikenal produk Kopi Aceh Gayo Wine yang diolah dari kopi gayo varietas kopi arabika. Harga jual kopi fermentasi ini sangat tinggi di pasaran mencapai jutaan rupiah per kilonya.

Hal ini menginspirasi Erdi, Tanto, dan Subeki, untuk melakukan penelitian menggunakan varietas kopi robusta yang merupakan salah satu komoditas unggulan di Bumi Ruwa Jurai.

“Untuk bisa mendapatkan tingkat keasaman seperti kopi arabika, dan cita rasa spesifik wine, kami melakukan berbagai percobaan mulai dari fermentasi kopi gelondong, fermentasi kopi yang sudah dikupas, dan fermentasi kopi kering. Akhirnya kami menemukan formula tepat sehingga produk akhir kopi menghasilkan cita rasa wine maksimal,” ujar Subeki.

Baca Juga :  Bersama ITS, Ditjen Dikti Sosialisasikan Kampus Merdeka Lewat Roadshow

Subeki menambahkan, proses pembuatan Kopi Robusta Wine dimulai dari pemilihan bahan baku berkualitas premium. Untuk itu, mereka membeli biji kopi dari petani kopi di Liwa, Lampung Barat, dan Ulubelu, Tanggamus, yang menanam kopi di dataran tinggi dengan ketinggian di atas 1.500 meter di atas permukaan laut.

“Kopi yang ditanam pada ketinggian di atas 1.500 dpl dan dipetik setahun sekali menyebabkan tingkat kematangan dan kandungan getah serta air dari kopi tersebut lebih baik dibandingkan dengan kopi yang dipetik pada pohon dengan ketinggian di bawah 1.500 dpl,” katanya.

Selanjutnya, kopi gelondong merah kualitas premium difermentasi dalam karung dan disimpan di laboratorium. Proses fermentasi dan pengeringan dilakukan sebanyak tiga kali. Fermentasi pertama sekitar 7 sampai 10 hari, lalu dijemur selama 5 jam. Fermentasi kedua selama 5 hari, dan dijemur lagi 5 jam, dan fermentasi terakhir 1 hari dijemur selama 7 hari.

“Penjemuran bisa menggunakan sinar matahari langsung, tapi saat penelitian di lab, kami menggunakan oven,” kata Subeki.

Menurut Subeki, proses fermentasi dan pengeringan berulang-ulang inilah yang menciptakan aroma wine pada biji kopi. Proses selanjutnya dilakukan pengupasan kulit biji kopi menggunakan mesin, dijemur untuk pengupasan cangkang, lalu penjemuran green bean, penyangraian/roasting, serta penggilingan menjadi bubuk kopi.

Fermentasi Alami

Menurut Subeki, proses fermentasi kopi dilakukan secara alami tanpa penambahan mikroba. Hal ini dilakukan agar ditemukan jenis-jenis mikroba yang terseleksi secara alami dan bekerja aktif dalam menghasilkan aroma wine.

“Metode alami ini kami lakukan karena ke depannya, kami akan terus mengembangkan cita rasa-cita rasa kopi yang spesifik,” ujar tester peneliti kopi ini.

Perlakuan sangrai atau roasting kopi robusta wine juga berbeda dengan kopi pada umumnya. Untuk mempertahankan aroma wine yang dihasilkan dari proses fermentasi, Subeki menggunakan suhu 150-180 derajat celcius.

“Kalau kopi pada umumnya menggunakan suhu roasting di atas 200 derajat celcius sehingga menghasilkan kopi yang dark. Kalau kita di bawah suhu 200, sekitar 150 sampai 180, jadi produk akhir kopinya lebih ke light atau medium,” jelas Subeki.

Hasil uji laboratorium pada produk akhir Kopi Robusta Wine ditemukan kandungan kafein kurang dari 2%, asam klorogenat (yang dipercaya sebagai antioksidan) sesuai standar SNI sekitar 4%, serta tidak ada kandungan alkohol dan turunannya.

Baca Juga :  Dilantik Jadi Dirjen Diktiristek, Abdul Haris Siap Lanjutkan Akselerasi Transformasi Pendidikan Tinggi

Beberapa literatur penelitian menyatakan kopi robusta memiliki kandungan asam klorogenat lebih tinggi dibanding kopi arabika. Ini tentunya menjadi keunggulan tersendiri pada produk Kopi Robusta Wine.

Untuk menikmati Kopi Robusta Wine, imbuh Erdi Suroso, takaran air dan panasnya air harus benar-benar dihitung agar aroma wine ke luar dan memiliki dampak kesehatan. Menyeduh kopi wine dengan menggunakan driper V60 adalah kopinya 12 gram dengan air 150 ml.

“Inilah yang menyebabkan kopi memiliki efek pada kesehatan manusia, disarankan minum kopi tanpa gula dan diseduh menggunakan air 85-90 derajat celcius,” ujar Erdi, penikmat Kopi Robusta Wine.

Bersaing di Pasar Nasional

Terkait pemasaran, Tanto Pratondo mengatakan, Kopi Robusta Wine sudah dipasarkan salah satu alumni hingga menembus pasar nasional, Yogyakarta dan Bandung, bermerek dagang COF-FEE-IN dengan tagline taste of Lampung. Kopi Robusta Wine kemasan 200 gram dijual dengan harga Rp20.000.

Pengusaha muda alumni Fakulas Pertanian Unila tersebut telah memiliki mitra petani kopi dengan kapasitas panen 500 kg hingga 1 ton kopi petik merah. Setelah melakukan proses fermentasi dan pengeringan, kulit kopi dikupas, lalu disimpan dalam bentuk biji kopi kering (green bean) agar tahan lama.

“Pengusaha yang merupakan alumni pertanian Unila ini sudah tahu selera pasar. Green bean itu ada yang diroasting untuk menghasilkan kopi medium to dark dan dijual ke kafe-kafe, lalu roasting medium untuk penikmat kopi,” kata Tanto.

Erdi Suroso menambahkan, selama dua tahun ini, pemasaran Kopi Robusta Wine juga telah menembus pasar luar negeri melalui tangan-tangan alumni, di antaranya di Malaysia.

“Ada alumni yang berminat, ayo kirim ke sini kita coba pasarkan di sini, tapi sifatnya masih temporari dan dalam kapasitas yang masih kecil,” ujar Erdi.

Erdi bersyukur hasil penelitian dosen Pertanian Unila dapat menumbuhkan pengusaha-pengusaha muda yang bersaing di industri nasional. Ke depan, formula penelitian Kopi Robusta Wine dengan cita rasa maksimal ini akan diajukan untuk dipatenkan. [Humas_Unila]